Bahagia Meskipun Dianiaya

Siapa ingin dianiaya? Kita tidak bisa melihat kebahagiaan dalam penganiayaan. Tak seorangpun ingin difitnah. Hampir kita semua menginginkan itikad baik para tetangga kita, dan sukar sekali melihat rahmat apa saja yang tersedia apabila kita dimusuhi oleh orang lain.

Kalau dilihat sepintas lalu, agaknya menjadi orang Kristen seharusnya menimbulkan kekaguman dan pengakuan mereka di sekeliling kita. Orang Kristen biasanya menjalankan kehidupannya dengan keramahan, kejujuran, dan tidak mementingkan diri sendiri. Orang seperti itu seharusnya diberkati, bukan dicaci.

Tetapi bukan demikian keadaannya. Mengapa Yesus berkata di Ucapan bahagia bahwa kita akan dianiaya? Ini pertanyaan yang sudah berabad-abad umurnya. “Mengapa orang baik dianiaya?” Atau sebagaimana yang diutarakan penulis jaman modern, “Mengapa hal-hal yang buruk terjadi pada orang baik?”

Kita bukan Kekecualian

Seorang Kristen dibebaskan dari negara yang berezim tidak bersahabat. Akhirnya ia mendapat pekerjaan bersama umat Kristen. Pada suatu hari ia ditanyakan bagaimana rasanya dianiaya untuk kepercayaannya. Dengan air muka terheran-heran ia berkata, “Kami pikir itulah kehidupan Kristen yang normal.”

Anda mungkin menyimpulkan, seperti dilakukan orang lain, bahwa biasanya ada sesuatu yang salah dengan mereka yang dianiaya demi kebenaran, bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam pembawaan mereka, bahwa penyimpangan dalam kepribadiannya atau fanatisme keagamaan yang menyebabkan orang lain menganiayanya. Tidak, tidak selalu demikian, atau lebih baik kita mengatakannya, biasanya tidak demikian.

Tidak ada di manapun di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa orang Kristen dikecualikan dari penderitaan penganiayaan dan malapetaka alam yang menimpa dunia ini. Tetapi Alkitab mengajarkan bahwa umat Kristen bisa menghadapi penganiayaan, krisis, malapetaka dan penderitaan pribadi dengan kekuatan suprantural yang tidak ada padaorang yang berada di luar Kristus. Christian Tsai, wanita Kristen dan putri mantan gubernur Propinsi Kiangsu China, menulis, “Selama banyak tahun saya menderita sakit (53), saya tidak pernah berani bertanya kepada Allah mengapa Ia membiarkan saya menderita begitu lama, Saya hanya bertanya apa yang Ia inginkan saya lakukan.” Santo Agustinus menulis, “Lebih baik dia yang menderita perbuatan jahat daripada dia yang bergembira karena perbuatan jahat.”

Burung elang adalah burung satu-satunya yang bisa mengunci sayapnya dan menunggu datangnya angin yang tepat. Ia menunggu angin yang melambung naik ke atas dan tidak pernah ia harus mengepak sayapnya, hanya membubung tinggi saja. Jadi sementara kita menantikan Allah Ia akan membantu kita menggunakan angin yang berlawanan dan kencang untuk keuntungan kita! Alkitab berkata, “orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan…seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya” (Yesaya 40.31).

Umat Kristen bisa bergembira di tengah-tengah penganiayaan karena mereka dapat melihat nilai kehidupan kekal. Apabila tekanan sedang melanda mereka, mereka memandang menembusi pencobaan yang mereka alami sekarang dan melihat kemuliaan sorga. Memikirkan kehidupan masa depan dengan keuntungan dan kegembiraannya membantu membuat cobaan sekarang terasa ringan dan sepintas.”….. karena merekalah empunya Kerajaan Surga.”

Umat Kristen di RRC merupakan gambaran rahmat di bawah penganiyaan. Di tahun 1949 waktu para misionaris dipaksa meninggalkan negara tersebut, kurang lebih ada 700,000 umat Kristen di China. Pada awalnya, para tuan tanah, mereka yang berpendidikan dan umat Kristen menjadi sasaran untuk diberantas. Dari ketiga golongan ini, yang mana yang bertambah meskipun dianiaya? Mereka “yang dianiaya oleh sebab kebenaran.” Sekarang, perkiraan yang bisa dipercaya menyatakan bahwa kurang lebih ada 30 sampai 50 juta umat Kristen di China.

Umat Kristen ini bisa merasakan kegembiraan di hati mereka meskipun mereka dikejar-kejar dan dianiaya. Mereka mengangganp penderitaan demi Kristus bukan sebagai beban atau kemalangan, tetapi sebagai kehormatan besar, bukti bahwa Kritus menganggap mereka cukup berharga untuk menjadi saksinya melalui penderitaan. Mereka tidak pernah melupakan apa yang dialami Kristus sendiri untuk menyelamatkan mereka, dan menderita demi namanya dianggap sebagai karunia dan bukan sebagai salib.

Ia tidak membuat janji palsu

Yesus Kristus berbicara terus terang kepada para muridnya mengenai masa depan. Ia tidak menyembunyikan apa-apa dari mereka. Tak seorangpun pernah bisa menyalahkannya bahwa ia melakukan penipuan. Tak seorangpun bisa menuduhnya bahwa ia mendapatkan janji setia dengan mengumbar janji-janji palsu.

Dalam bahasa yang tidak mungkin disalahartikan Ia memberi tahu mereka bahwa menjadi murid berarti kehidupan yang menuntut pengorbanan kepentingan sendiri, dan memikul salib. Ia meminta mereka agar mereka menghitung dengan seksama harga yang harus mereka bayar, supaya mereka tidak mundur apabila mereka dihadapi penderitaan dan kemelaratan.

Yesus memberitahu para pengikutnya, bahwa dunia ini akan membenci mereka. Mereka akan seperti “domba di tengah-tengah sergila.” Mereka akan ditangkap, disiksa, dan dihadapkan kepada para gubernur dan raja-raja. Bahkan yang merka cintai akan menganiaya mereka. Sebagaimana dunia membenci dan menganiaya dia, maka merekapun akan memperlakukan para pengikutnya dengan cara yang sama. Ia mengingatkan mereka lebih lanjut, “Kalian akan dikeluarkan dari rumah-rumah ibadat. Dan akan datang waktunya bahwa orang yang membunuh kalian akan menyangka ia mengabdi pada Allah”  (Yohanes 16:2).

Banyak pengikut Kristus kecewa padanya, karena meskipun ia sudah mengingatkan, mereka mengharapkan dia menaklukkan musuh mereka dan mendirikan kerajaan politis dunia. Waktu mereka dihadapkan langsung dengan realita, mereka meninggalkan dia dan tidak mau mengikutinya lagi ” (Yohanes 6:66). Tetapi murid sejati Kristus semua menderita demi kepercayaan mereka.

Tacitus, sejarawan Romawi, menulis mengenai para martir umat Kristen dini, berkata, “Bermacam rupa ejekan dilimpahkan pada mreka di saat menghadapi kematian. Dibungkus kulit binatang, mereka dicabik-cabik anjing dan tewas, atau dipaku pada salib, atau mereka menemui ajal mereka dalam api, dibakar hidup-hidup, dijadikan peneranganmalam hari, apabila siang hari berakhir. Nero menyediakan taman-tamannya untuk keramaian itu.” Betapa benar kata-kata Paulus kepada umat Kristen dini, “Kita harus banyak menderita dahulu, baru kita dapat merasakan kebahagiaan Dunia Baru Allah” (Kisah 14:22).

Membasuh Tangan di dalam Kobaran Api

Kita diberi tahu bahwa para martir menemui ajal mereka dengan gembira, seakan mereka pergi ke pesta perkawinan. Mereka membasuh tangan mereka dalam kobaran api yang dinyalakan untuk mereka, dan berseru dengan kebahagiaan. Seorang sejarawan dini, menulis, “Waktu hari kemenangan tiba, umat Kristen berbaris dalam prosesi dari penjara ke arena seakan mereka sedang berbaris ke sorga, dengan wajah gembira yang disebabkan kebahagiaan dan bukan ketakutan. “

Kita tidak heran bahwa umat Kristen dini bergembira dalam penderitaan mereka, karena meraka memandangnya dari sudut kehidupan kekal. Semakin dekat kematian, semakin dekat pula kehidupan kekal, persaudaraan kekal dengan Kristus. Waktu Ingatius akan menemui ajalnya demi agamanya di tahun 110 Sesudah Masehi, ia berseru: “Semakin dekat pedang, semakin dekat pula Allah. Bersama dengan binatang buas, bersama pula dengan Allah.”

Di semua jaman umat Kristen selalu bisa mempertahankan semangat kegembiraan dalam saat penganiayaan. Dalam keadaan yang akan meruntuhkan kebanyakan orang lain, mereka bangkit dan membubung begitu tinggi mengatasinya sehingga mereka sesungguhnya menggunakan keadaan yang mereka alami untuk melayani dan memuliakan Kristus. Paulus bisa menulis dari penjara di Roma, “Saya mau kalian mengetahui, bahwa hal-hal yang telah terjadi pada saya justru menyebabkan lebih banyak orang mendengar dan percaya akan Kabar Baik itu. (Filipi 1″12 -Alkitab Kabar Baik)

Di jaman kita berjuta-juta umat Krisen di dunia hidup dalam keadaan sangat sulit. Bagi beberapa di antara mereka, kehidupan sulit karena mereka merupakan minoritas kecil dalam masyarakat yang bukan penganut agama Kristen. Mereka kemungkinan mengalami diskriminasi atau penghinaan. Tetapi bagi yang lain, kesulitan mereka disebabkan penindasan atau bahkan penganiayaan dari pemerintah yang tidak mentolerir kebebasan beragama. Diperkirakan bahwa lebih banyak umat Kristen yang tewas karena agama mereka di abad ini daripada di semua abad-abad yang lalu.

Di daratan China, misalnya beribu-ribu umat Kristen dibunuh dan gereja mereka dihancurkan atau dirampok di bawah Revolusi Kebudayaan. Memang, banyak umat Kristen yang menyelusup ke bawah tanah untuk bisa beribadat. Beberapa laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa sebagian besar larangan ini sudah agak dikendurkan, tetapi iman beragama masih belum dianjurkan. Hal ini berlaku di sebagaian besar belahan dunia lain. Munculnya kembali agama besar yang bukan Kristen membawa penindasan baru dan penganiayaan baru bagi umat Kristen.

Bahwa umat Kristen merupakan warga negara yang paling baik, karyawan yang paling bisa diandalkan dan setia, mulai disadari oleh beberapa pihak saja. Sampai hal ini sungguh disadari semua orang, maka rezim ateis akan merupakan pihak yang kalah. Umat Kristen yang dianiaya dengan tegas berada di pihak yang menang, jika tidak di dunia ini, maka sudah pasti di dunia yang akan datang.

Tidak perlu diragukan lagi bahwa Alkitab mengajarkan bahwa setiap orang percaya yang setia kepada Kristus harus bersedia dianiaya di tangan mereka yang merupakan musuh Injil. “Memang semua orang yang mau hidup beribadah dan hidup bersatu dengan Kristus Yesus akan dianiaya” (2 Timotius 3:12 – Alkitab Kabar Baru).

Penganiayaan Jenis Lain

Apakah penganiayaan hanya terbatas pada penyiksaan fisik dan kematian? Atau apakah ada penganiyaan jenis lain?

Tentu saja penganiayaan bisa mengambil banyak bentuk lain – beberapa dalam bentuk yang nyata sekali, tetapi banyak penganiayaan berbentuk halus. Kita harus menyadari bahwa orang yang saleh-yang melayani Kristus, dan memancarkan kesucian dan integritas dalam hidupnya -tidak selalu disambut baik atau dikagumi mereka yang hidup berbeda. Reaksi mereka mungkin dengan cibiran, atau mereka menolak mengikut-sertakan orang Kristen dalam pertemuan sosial mereka karena kehadirannya saja sudah membuat mereka marah. Saya mengenal beberapa keluarga yang memutuskan tali kekeluargaan dengan anak mereka yang memeluk agama Kristen. Seorang karyawan bisa saja dirintangi kenaikan pangkatnya karena atasannya berprasangka terhadap orang Kristen. Seorang gadis remaja bisa saja menyadari bahwa ia ditertawakan karena ia menolak mengambil bagian dalam perilaku tidak senonoh teman-teman sekolahnya, atau seorang pemuda bisa mengalami bahwa penolakannya terhadap alkohol atau obat bius membuatnya tidak popular dengan mereka yang mau mengikuti arus jaman.

Tetapi bentuk apapun penganiayaan itu, Alkitab memberi tahu kita supaya kita jangan mau menyerah pada tekanan yang kita hadapi. Kita pun jangan memaki mereka yang menentang kita. Sebaliknya, kita harus melakukan semua sebisa kita untuk memperlihatkan kasih Kristus kepada mereka. ”
Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk…Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan;….Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang terkasih, janganlah kamu sendiri menuntu pembalasan…jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.

Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkan kejahatan dengan kebaikan” (Roma 12:14,17,18-21).

 

 

 

 

 

 

 

DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:
Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
Saya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
Dan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
Saya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
Saya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN.

Sumber: cahayapengharapan.org

Leave a Comment