Di Mana Tuhan Ketika Kita Kehilangan Pekerjaan?

Oleh Gerald Tan, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Where Is God When We Lose Our Jobs?

Sebagai seseorang yang pekerjaannya adalah membantu orang-orang mendapatkan pekerjaan, aku telah bertemu banyak orang yang menghadapi berbagai tantangan yang berbeda dalam pencarian pekerjaan. Beberapa yang umum adalah: berbagai penolakan dari perusahaan, keahlian yang tidak sesuai, dan kurangnya kemampuan dalam menjalin relasi.

Tahun ini, negaraku mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, yang mengakibatkan banyak bisnis yang tutup karena rendahnya keuntungan dan hutang-hutang yang mereka miliki. Sebagai akibatnya, banyak orang kehilangan pekerjaan mereka dan aku telah melihat semakin banyak orang yang menghubungi perusahaanku untuk meminta tolong dicarikan pekerjaan setelah mereka di-PHK.

Satu hal yang kuperhatikan dari orang-orang yang kehilangan pekerjaan adalah ini: kehilangan pekerjaan seringkali mempengaruhi mereka lebih daripada sekadar aspek finansial, tapi juga membuat mereka kehilangan tujuan, identitas, dan status sosial.

Ambil contoh salah satu klienku, Peter*. Selama beberapa dekade, Peter bekerja sebagai seorang supply-chain professional tingkat regional di berbagai perusahaan multinasional. Dia memiliki gaji puluhan ribu dolar yang memampukannya menghidupi dua anak laki-lakinya yang telah beranjak remaja, istrinya yang merupakan ibu rumah tangga, dan ibunya yang telah lanjut usia. Peter adalah seorang Kristen dan datang ke gereja secara rutin bersama keluarganya. Sayangnya, dia di-PHK ketika sebuah perusahaan lain mengambil alih perusahaannya di awal tahun 2016. Dengan seketika, sumber penghasilannya yang stabil langsung hilang. Meskipun berkali-kali dia berusaha untuk mencari pekerjaan yang lain, dia tidak berhasil.

Peter yang dulunya periang pelan-pelan berubah menjadi seorang yang murung dan tertutup yang mengeluh tentang perusahaannya dahulu dan menyalahkan pemerintah yang tidak membukakan kesempatan bekerja untuknya. Dia bahkan mengeluh tentang teman-temannya yang berusaha membantunya. Hubungannya dengan keluarganya juga memburuk dan berangsur dia tenggelam dalam rasa depresi. Kehilangan pekerjaan telah membuatnya hancur.

Apa yang Peter alami mengingatkanku pada situasi bangsa Israel. Dalam kitab Yeremia, kita membaca tentang bagaimana raja Babel, Nebukadnezar, dan tentara-tentaranya menyerang Israel. Itu adalah hukuman Tuhan bagi bangsa Israel karena ketidaktaatan mereka, dan itu berat sekali: bangsa Israel kehilangan segala milik mereka dan tanah yang dahulu diberikan Tuhan kepada mereka. Dijajah oleh Babel, mereka meratap dan merindukan untuk kembali ke Israel.

Namun Tuhan mendengar tangisan mereka dan menunjukkan belas kasihan dan kasih-Nya kepada mereka. Melalui nabi Yeremia, Dia berjanji untuk membebaskan mereka—setelah 70 tahun. Selama waktu itu, Dia memerintahkan bangsa Israel untuk percaya kepada-Nya dan memulai kembali, berdoa, dan berusaha di tempat mereka dibuang (Yeremia 29).

Meskipun konteks dari penderitaan bangsa Israel berbeda dengan kita di masa kini, itu adalah sebuah peringatan yang bagus untuk kita untuk merefleksikan respons kita dalam menghadapi penurunan yang tidak kita harapkan dalam hidup kita. Apakah reaksi pertama kita akan penderitaan adalah mengeluh dalam kepahitan kepada Tuhan—sama seperti bangsa Israel?

Dalam masa-masa sulit, mudah bagi kita untuk kehilangan pengharapan, menyalahkan Tuhan, dan mengeluh akan segala hal. Tapi ketika kita fokus kepada masalah kita, kita mengabaikan kuasa Tuhan di dalam hidup kita—kita menyanjung pencobaan-pencobaan ini dengan membesar-besarkannya dan mengizinkannya untuk menjungkirbalikkan hidup kita. Tapi Tuhan telah menunjukkan bahwa Dia selalu setia kepada umat-Nya, lagi dan lagi. Daripada fokus kepada kesulitan yang kita alami, marilah kita melihat kepada Tuhan dan mempercayai kedaulatan dan rencana-Nya.

Seorang klien Kristenku yang lain, John*, mengalami situasi serupa seperti Peter. Di tahun 2015, dia juga di-PHK setelah 3 dekade bekerja di industri logistik. Seperti Peter, dia mempunyai anak-anak yang masih remaja dan seorang istri yang adalah ibu rumah tangga. Tapi yang membedakan John dengan Peter adalah responsnya. John mempercayai Tuhan dalam semua kesulitan yang dia hadapi dalam pencarian pekerjaan yang dia lakukan. Setiap kali dia menghadapi penolakan, dia terus beriman dan berpengharapan di dalam Tuhan. Dia berdoa lebih sungguh, peka untuk membantu, dan mempertahankan pengharapan dan sikap positifnya di sepanjang 10 bulan dia menganggur. Pada akhirnya, berbagai kesempatan pekerjaan pun datang. Sekarang, John adalah seorang pelatih dari beberapa sekolah pelatihan privat.

Jadi, bagi kita yang kehilangan pekerjaan kita atau sedang dalam masa-masa yang sulit secara finansial, kiranya kita dikuatkan dengan mengetahui bahwa Tuhan selalu ada untuk menopang kita. Mari pandanglah Dia dan percayalah bahwa Dia akan menolong kita memulai kembali dan memulihkan semuanya—pada waktu-Nya yang terbaik bagi kita.

*Bukan nama sebenarnya

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment