Harapan di Tengah Dunia yang Penuh Teror

Oleh Aryanto Wijaya

Minggu, 13 Mei 2018. Tiga gereja di Surabaya mengalami serangan bom bunuh diri. Sebanyak 13 orang dilaporkan meninggal dunia dan 43 lainnya luka-luka.

Aku terkejut tatkala membuka ponsel dan menemukan pesan yang dikutip dari sebuah berita tersebut. Tak menyangka, juga tak terbayangkan olehku bagaimana hari Minggu pagi yang cerah berubah menjadi kelam. Orang-orang yang datang ke rumah Tuhan untuk memuji-Nya malah disambut dengan peristiwa pilu.

Serangan bom pagi itu menambah panjang daftar kekerasan, teror, dan duka di negeri kita. Sebelumnya, masih di tahun 2018, tragedi kekerasan terjadi di gereja St. Lidwina, di Sleman. Pelaku penyerangan melukai pastor dan jemaat dengan sebilah pedang. Lalu, di tahun 2017 serangan bom meledak di terminal bus Kampung Melayu di Jakarta, menewaskan setidaknya lima orang dan melukai 10 lainnya. Dua peristiwa ini hanyalah sekelumit dari riwayat kekerasan dan teror yang pernah terjadi.

Masihkah ada harapan di tengah dunia yang penuh teror? Mengetahui data dan fakta tersebut membuat pertanyaan ini kemudian muncul di benakku.

Tim Jackson, dalam bukunya yang berjudul When Tragedy Strikes, Finding Security in a Vulnerable World berkata bahwa tragedi menyerang kita hingga ke titik paling dalam saat kita tidak siap menghadapinya. Jika kita kembali pada Alkitab, sesungguhnya penderitaan dan aniaya bukanlah hal yang asing dalam kehidupan Kekristenan. Yesus sudah terlebih dahulu mengingatkan murid-murid-Nya akan bahaya yang akan mereka hadapi dan bagaimana seharusnya mereka meresponi bahaya tersebut.

“Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yohanes 16:33).

Aku tersentak. Pesan Yesus sungguh jelas. Yesus tidak mengatakan bahwa murid-murid-Nya, akan terbebas dari segala rupa penganiayaan sebab dunia ini memang telah jatuh dan rusak oleh dosa. Sepanjang sejarah Kekristenan bertumbuh, penganiayaan demi penganiayaan pernah terjadi dengan maksud untuk menggoyahkan iman orang-orang percaya. Namun, sejarah juga membuktikan bahwa ada orang-orang percaya yang imannya tidak goyah. Di mana ada penganiayaan, di situ ada rahmat berlimpah ruah.

Kitab Kisah Para Rasul memberikan kita gambaran bagaimana para rasul dan jemaat mula-mula menghadapi penganiayaan. Pada pasal ketujuh, diceritakan bahwa Stefanus mati dirajam batu karena imannya. Kematiannya bahkan disaksikan oleh Saulus, seorang yang sangat anti terhadap orang Kristen. Tapi, kisah itu tidak berhenti hanya di situ. Allah berkarya. Saulus yang tadinya menganiaya dan membunuhi orang-orang Kristen mendapatkan rahmat Allah dan berbalik menjadi murid Kristus, dari seorang pembunuh menjadi seorang yang diburu karena nama Kristus. Dan, melalui kegigihan para rasul dan jemaat mula-mula, Tuhan mengaruniakan mereka dengan lebih banyak orang-orang baru yang diselamatkan (Kisah Para Rasul 2:47).

Pesan yang Yesus berikan kepada murid-murid-Nya dalam Yohanes 16:33 adalah pesan yang juga Dia berikan kepada kita, murid-murid-Nya di masa sekarang. Inilah yang menjadi jawaban atas pertanyaan di pikiranku. Secara manusiawi keraguan yang timbul dalam pikiranku adalah respons yang wajar terhadap sesuatu yang memilukan. Namun, alih-alih takut dan meratap, kita bisa berharap sepenuhnya kepada Yesus, Pribadi yang tak pernah mengingkari janji.

Pasca peristiwa teror kemarin, kita dapat mengusir rasa takut dan menyalakan harapan dengan belajar untuk mempraktikkan teladan Yesus yang telah Dia ajarkan kepada kita: mengasihi dan mendoakan mereka yang telah menganiaya. Kita percaya bahwa Allah bekerja dalam cara-Nya yang tak terselami. Jika Saulus dapat Allah ubahkan menjadi Paulus, bukan tidak mungkin Allah sanggup melakukannya kembali di masa kini.

Peristiwa teror bukanlah alasan bagi kita untuk menjadi ciut hati, sebab harapan kita yang sejati terletak pada Kristus, yang telah menang dan berkuasa atas maut.

“Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia” (Filipi 1:29).

* * *

Teruntuk keluarga korban, kiranya Tuhan memberikan kekuatan dan penghiburan.

Teruntuk aparat-aparat penegak hukum, kiranya Tuhan menyertai kalian agar dapat mengambil keputusan yang bijak.

Teruntuk para pelaku, kiranya kalian beroleh kemurahan Tuhan untuk berbalik dari jalan yang jahat.

Dan, teruntuk rekan-rekan orang percaya, kiranya kita tidak gentar, tetap mengasihi sesama manusia, dan percaya kepada Tuhan.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment