Apakah yang Kupercayai Sungguh Membuatku Berbeda?

Oleh Savannah Janssen
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Does What I Believe In Really Make A Difference?

Beberapa tahun lalu, ketika aku sedang memimpin kelompok studi Alkitab, seorang perempuan bertanya, “Guys, apa kalian sungguh percaya apa yang kita baca? Jika iya, apakah itu membuat perubahan dalam hidup kita?”

Teman-teman yang lain terkejut dengan pertanyaan itu, tapi kemudian pertanyaan-pertanyaan lain yang serupa pun terlontar. Mereka mengakui kalau pertanyaan seperti itu—pertanyaan yang real dan penting—sering muncul dalam perjalanan iman mereka. Mengajukan pertanyaan dan merasakan keraguan tidaklah salah, itu bisa menolong kita kepada cara pandang dan pengetahuan yang baru tentang Tuhan. Pernahkah kamu berpikir:

Apakah iman yang kuanut sungguh membuat perubahan dalam hidupku?

Apakah dengan menjadi orang Kristen, aku jadi orang yang ‘lebih baik’?

Apakah orang-orang melihat hidupku berbeda karena aku percaya pada Tuhan?

Aku pernah bertemu dan mengenal orang-orang bukan Kristen yang begitu baik dan jujur. Sedihnya, ada di antara mereka yang berkata, “Aku tahu orang-orang yang tidak religius, dan mereka lebih baik daripada semua orang Kristen yang kutahu.” Mendengar kalimat itu rasanya sakit…tapi, mereka ada benarnya.

Panggilan kita sejatinya begitu jelas: Orang Kristen harus berbeda karena apa yang kita percayai. Alkitab memanggil kita untuk menjadi pelita dan garam dunia (Matius 5:13-16). Jadi, tentu hidup kita dipanggil untuk membuat perbedaan yang mendasar dan kekal. Tapi, bagaimana? Alkitab memberi kita dua cara untuk membuat hidup kita terlihat berbeda:

1. Bagaimana kita memperlakukan diri kita sendiri

Pernahkah kamu mengizinkan dirimu ditentukan dari ekspektasi orang-orang lain kepadamu? Beberapa kali dalam hidupku, aku mengizinkan ekspektasi orang lain membentukku menjadi orang yang sebenarnya tidak kuinginkan. Ketika itu terjadi, aku lupa bahwa Tuhan yang menciptakanku telah menentukan siapa diriku, bukan orang lain.

Tuhan memanggil kita kepada standar yang lebih tinggi, sebagaimana tertulis: “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1 Petrus 2:9).

Meskipun kita hancur, meskipun kita gagal berkali-kali, tapi karena pengorbanan Kristus, Tuhan menyambut kita tanpa syarat ketika kita bersedia kembali kepada-Nya. Tuhan memanggil kita orang terpilih, kudus, dan istimewa. Lebih lagi, relasi kita dengan Tuhan mendorong kita mengubah diri kita menjadi pribadi yang telah Dia tetapkan untuk kita.

Tuhan menawarkan kesempatan yang baru setiap hari. Tuhan melihat kita dengan mata yang penuh kasih dan Dia tidak menyimpan segala kesalahan masa lalu kita. Karena anak-Nya, kita mendapatkan pengampunan dari hukuman (Roma 8:1-2). Tuhan mengejar kita dengan kasih yang tak bersyarat.

2. Bagaimana kita memperlakukan orang lain

Kita mengasihi karena Tuhan telah lebih dulu mengasihi kita (1 Yohanes 4:19). Kita diciptakan karena kasih dan untuk mengasihi. Pernahkah kamu begitu mengasihi seseorang hingga kamu pun mulai menikmati apa yang mereka nikmati pula? Ketika kita mengasihi seseorang, secara alami kita bertumbuh untuk memedulikan apa yang mereka pedulikan.

Ketika kita dekat dengan Tuhan, kita akan menikmati hal-hal yang Tuhan juga nikmati. Kita mulai menyadari ada kebutuhan di sekitar kita. Kita mulai melihat dunia dari kacamata Tuhan, dan mulai menghidupi kasih Tuhan untuk anak-anak-Nya. Ini bukanlah pilihan, tetapi perintah yang murni dari Tuhan yang adalah kasih.

“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tau, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yohanes 13:34-35).

Karena kita telah menerima kasih Allah, iman kita pun seharusnya mampu mendorong kita untuk memperluas kasih kita kepada orang lain, sebab dunia ini menyaksikan kita.

Salah satu ciri dari kasih Allah adalah kemurahan hati-Nya yang melimpah (Matius 7:11; Lukas 15:22-24). Jika Tuhan kita murah hati, kita pun seharusnya demikian. Sebagai contoh, kita bisa bermurah hati dengan memberikan waktu kita. Di zaman ketka segalanya serba terburu-buru, meluangkan waktu berkualitas dengan seseorang bisa jadi hal yang sulit. Tapi, kita tahu bahwa segala yang kita miliki bersal dari Tuhan, jadi marilah kita dengan murah hati memberikan waktu kita ketika ada orang-orang yang butuh pertolongan. Ketika kita dengan murah hati memberikan apa yang kita anggap berharga, kita sedang menghidupi konsep kasih yang kita anut.

* * *

⠀⠀⠀

Relasi kita dengan Tuhan harus membuat perbedaan yang tampak dalam kehidupan kita, sebagaimana kita dipanggil untuk tidak menjadi serupa dengan dunia. Ketika dunia meminta kita untuk membenci, Tuhan meminta kita untuk mengasihi (Matius 5:39043). Ketika ada keputusasaan, kita dipanggil untuk membawa harapan (Ibrani 6:19). Orang-orang yang miskin, lemah lembut, berduka, murni hatinya, dan yang teraniaya, merekalah yang akan mendapatkan kerajaan surga (Matius 5:3-10).

“Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Markus 10:45).

Intinya, hidup beriman harus memberi perbedaan. Mengapa? Karena hidup kita adalah refleksi dari harapan yang mendasar, kebenaran yang abadi, kedamaian yang tak terbandingkan, sukacita yang tetap, dan kasih yang tak bersyrat. Ketika orang-orang melihat kehidupan kita, mereka harus melihat cara kita memperlakukan diri kita dan orang lain adalah aktivitas yang memberi dampak, bukan untuk diri kita sendiri, tetapi untuk tujuan Tuhan.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment