Mengapa Kita Tidak Pernah Mendapatkan Apa yang Kita Inginkan

Oleh Charles Christian

Sewaktu kecil, aku adalah penggemar kisah Donal Bebek. Aku suka membaca kisah jenaka dari berbagai karakter yang ada di dalamnya, seperti Paman Gober yang serakah dan kikir, Roker Bebek yang merupakan rival abadinya, Donal Bebek yang malas, dan ketiga keponakannya. Tapi selain dari kejenakaannya, aku juga menyukai fakta bahwa banyak cerita yang dekat dengan penggambaran kehidupan sehari-hari.

Salah satu kisah favoritku adalah kisah tentang persaingan antara Paman Gober dan Roker Bebek, dua bebek terkaya di dunia. Suatu kali, mereka bersaing untuk mengukuhkan diri sebagai “bebek terkaya”, dan mereka berdua mulai membeli perusahaan-perusahaan saingan mereka. Pada akhirnya, Roker berhasil memiliki semua perusahaan Gober—dan begitu juga sebaliknya, Gober memiliki semua perusahaan Roker. Namun ketika tiba saatnya bagi mereka untuk pindah ke kantor baru mereka, mereka sama sekali tidak senang. Berlawanan dengan apa yang awalnya mereka yakini, memiliki kepunyaan saingan mereka tidaklah membawa mereka kebahagiaan.

Ketika itu terjadi, ketiga keponakan Donal menanyakan pertanyaan ini ketika mereka sedang mendiskusikan fenomena yang menyedihkan ini—sebuah pertanyaan yang aku masih ingat sampai hari ini: “Bagaimana kau bisa memiliki yang kau inginkan jika kau hanya inginkan semua yang tak kau miliki?”

Masuk akal, kan? Seperti Gober dan Roker, kita seringkali menginginkan sesuatu yang tidak kita miliki. Dan mungkin itulah sebabnya mengapa kita tidak pernah bahagia, tidak peduli seberapa banyak yang kita dapatkan. Hari ini aku mungkin mendapatkan apa yang aku inginkan kemarin, tapi ketika aku mendapatkannya, aku tidak lagi menginginkannya, karena aku menginginkan hal yang lain atau hal yang lebih. Jika demikian, aku takkan pernah mendapatkan apa yang aku inginkan karena keinginan itu senantiasa berubah dan bertambah.

Beberapa waktu yang lalu, aku menemukan sebuah kesaksian dari seorang dokter bedah kecantikan asal Singapura yang kaya dan ternama bernama Dr. Richard Teo. Dalam sebuah sharing dengan sekelompok siswa pada tahun 2012, dia mengakui bagaimana dia sebelumnya begitu terobsesi oleh uang. (Dia kemudian meninggal karena kanker paru-paru pada usia 40).

Berikut adalah kutipan dari apa yang dia katakan:

“Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan menjadi sukses, dengan menjadi kaya—benar-benar tidak ada yang salah. Satu-satunya masalah adalah, aku pikir kebanyakan kita, seperti diriku, tidak mampu menyikapi [kesuksesan dan kekayaan itu] dengan baik. Mengapa aku mengatakan itu? Karena ketika aku mulai mengumpulkan, semakin banyak yang kumiliki, semakin banyak yang kuinginkan. Semakin banyak aku mengingini, semakin aku menjadi terobsesi. Aku begitu terobsesi [akan uang] sampai-sampai tidak ada hal lain yang berarti bagiku. Pasien-pasien hanyalah menjadi sumber pemasukan, dan aku mencoba untuk memeras setiap sen dari para pasien tersebut.”

Salomo, salah satu raja terkaya dalam Alkitab, juga mengutarakan hal yang sama beribu tahun yang lalu: “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia.” (Pengkhotbah 5:10).

Jadi bagaimana kita dapat berhenti mengejar “hal-hal yang lebih”? Jika barang dan uang yang kita miliki tidak dapat memberikan kita kepuasan yang sejati, lalu apa yang dapat? Mazmur 37:4 berkata, “Bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu.”

Bergembira karena Tuhan berarti menjadi puas di dalam Dia; Dia yang adalah sumber sukacita kita. Praktisnya, menjadi puas di dalam Tuhan berarti kita menemukan jati diri kita di dalam Dia dan mensyukuri segala hal yang telah Tuhan berikan kepada kita—setiap berkat besar dan kecil (dan bahkan berkat-berkat yang tidak kita sadari saat ini) di dalam hidup kita.

Sebuah pepatah mengatakan, “Ketika Tuhan adalah satu-satunya yang kamu miliki, kamu akan menyadari bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang kamu butuhkan.” Jika kita memiliki Tuhan, kita dapat merasa puas dan lengkap bahkan ketika kita kehilangan semua harta duniawi kita. Daud menuliskan ini dalam Mazmur 23:1, “TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.”

Ini tidak berarti kita harus menjauh dari semua hal-hal materi dalam dunia ini. Hal-hal materi tersebut juga berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehari-hari. Namun ketika kita belajar untuk bergembira karena Tuhan, hati kita akan dimurnikan dan keinginan kita akan diubahkan. Kita tidak lagi menginginkan hal-hal yang duniawi sebesar keinginan kita untuk mendapatkan harta surgawi. Kita mulai menginginkan apa yang Tuhan inginkan di dalam hati-Nya.

Aku belajar untuk tidak mendekap erat-erat apa yang kumiliki di dunia ini. Aku belajar untuk membagikan apa yang kumiliki dengan orang lain—karena itu menyenangkan Tuhan. Dengan anugerah-Nya, aku juga belajar untuk mensyukuri setiap berkat yang Tuhan berikan dalam hidupku, tidak peduli seberapa kecilpun itu.

Misionaris Jim Elliot pernah berkata, “Bukanlah orang bodoh apabila seseorang menyerahkan apa yang tidak dapat disimpannya demi mendapatkan apa yang tidak mungkin bisa hilang atau diambil daripadanya.” Pada akhirnya, ketika kita meninggal, kita takkan dapat membawa harta duniawi kita bersama dengan kita. Namun, jika kita memiliki Tuhan saat ini, dan percaya kepada-Nya, kita akan beroleh hidup yang kekal bersama dengan-Nya (Yohanes 3:16), dan tidak akan ada yang dapat memisahkan kita dari Dia (Roma 8:39). Jadi, marilah kita temukan kepuasan sejati kita di dalam Tuhan dan merindukan hal-hal yang bersifat kekal.

Kiranya kita terhibur ketika mengetahui bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang kita butuhkan.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment